Mahasiswa Galau
Semester genap telah usai dan
kini akhirnya kita memasuki semester ganjil. Semester ganjil selalu membawa
suasana baru di setiap rumah (kampus) karena kedatangan saudara baru. Begitu pula dengan Keluarga
Mahasiswa Farmasi khususnya UIN Alauddin Makassar yang sudah tidak lama lagi
akan berjumpa dan berkenalan dengan sanak saudara yang baru. Keluarga baru
tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah MABA (Mahasiswa Baru).
Selaku mahasiswa farmasi di
tingkat akhir, saya ucapkan “Selamat Datang” di dunia kefarmasian dan “Selamat
Datang” di dunia kampus bagi adek-adek yang telah lulus. Dan bagi yang belum
mendapatkan kesempatan “Selamat Berjuang dan Jangan Putus Asa”. Befarbicara
dengan dunia kampus khususnya farmasi maka kita berbicara dengan dunia
intelektual (dunia saintis) yang sangat berbeda dengan dunia ketika masih di
bangku SMA. Menjadi mahasiswa farmasi adalah suatu kebanggaan karena ilmu yang
didapatkan bukan hanya ilmu saintis (pengetahuan) tetapi juga mencakup ilmu
sosial karena sangat aplikatif di masyarakat.
Berbicara mahasiswa baru maka
kita berbicara tentang potensi yang ingin diasah dan dikembangkan sesuai dengan
cita-cita ke depan. Namun ada satu hal menarik ketika kita berbincang dengan
MABA dan melontarkan sebuah pertanyaan, “dek, kenapaki pilih farmasi?”.
Kebanyakan jawaban dari mereka adalah karena pilihan orang tua/keluarga,tidak
lulus kedokteran, coba-coba bahkan ada
pula yang menjawab karena terdampar. Bisa dikatakan bahwa sebagian besar MABA
memilih farmasi bukan karena sesuatu yang sudah direncanakan di masa depan,
sehingga mahasiswa terkadang mengalami kebingungan karena tidak tahu-menahu
mengenai ruang lingkup pekerjaan kefarmasian. Tidak hanya berlaku bagi MABA,
bahkan mahasiswa tingkat akhir pun terkadang masih bingung untuk menentukan
jalan yang akan mereka pilih. Mungkin hal ini pulalah yang menyebabkan lemahnya
karakter farmasis/apoteker di tengah masyarakat.
Dunia kefarmasian adalah dunia
yang sangat luas dan kompleks. Di lingkungan masyarakat apoteker dikenal
sebagai penjual obat di apotek, syukur-syukur kalau masyarakat tahu bahwa di
apotek ada pelayanan kefarmasian berupa PIO (pelayanan Informasi Obat) dan
konseling. Namun yang saya amati selama ini, praktek pelayanan kefarmasian di
apotek masih minim dilakukan. Pertanyaan kembali muncul, “apakah pekerjaan
kefarmasian hanya sebatas di apotek, Rumah Sakit maupun Puskesmas?”. Tentu saja
tidak kawan.
Menurut PP 51 (Peraturan
Pemerintah Nomor 51), Pekerjaan Kefarmasian meliputi Formulasi,
Pembuatan/produksi, Pendistribusian hingga Pelayanan. Tidak hanya itu, bahkan
seorang farmasis tidak hanya bergelut di dunia obat-obatan tetapi lebih luas
dari itu yakni BPOM-RI (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia),
juga merupakan wadah pengabdian farmasi,yang dibagi atas 3 bidang yaitu
obat-obatan, makanan dan minuman serta kosmetik. Jadi apoteker bukan hanya
bekerja di apotek, tetapi juga di industry/pabrik, perkantoran bahkan sebagai
tenaga pengajar. “Sangat luas bukan kawan??”
Karena itu, tidak sepantasnya
seorang apoteker memiliki pendapatan yang rendah dan hidup serba kekurangan.
Bahkan seorang apoteker sangat berpotensi untuk rangkap jabatan sebagai seorang
entrepreneur (pengusaha), yang mempekerjakan orang lain bukan lagi sebagai
pekerja/pegawai. Akan tetapi, semakin banyak pilihan bukan malah membuat
seorang apoteker semakin sejahtera namun semakin kebingungan tentang arah
hidupnya di masa depan.
Belum lagi ketika kita berbicara
perkuliahan seorang farmasis, dimana ada laporan, lab/praktikum, tugas kuliah
yang menumpuk dan berbagai tugas lainnya. Itulah mengapa terkadang ada yang
mengatakan bahwa “farmasis anti sosial” karena sebagian besar waktu tersita di
lab dengan teman sejawat farmasi sehingga jarang ada waktu untuk bergaul dengan
teman lain yang berbeda profesi. Kalaupun ada waktu luang/libur, mahasiswa
farmasi lebih banyak memanfaatkannya untuk beristirahat atau mencuci pakaian
kotor yang sudah menumpuk bak gunung Everest. Namun apa tujuan yang kemudian
ingin dicapai? Tentu adalah seorang apoteker yang berkualitas dan berkarakter.
Tapi apakah itu sudah terwujud hingga saat sekarang ini??
Karena itu tugas kita sebagai
mahasiswa senior memberi pegertian kepada adek-adek Maba yang masih lugu dan
polos. Kita harus memberi mereka gambaran tentang kehidupan farmasi yang
sesungguhnya dan mengarahkan mereka akan menjadi seorang farmasis apa mereka
kelak. Pembangunan karakter dimulai sejak masa ospek (Orientasi Pengenalan
Kampus). Lingkungan sangat berpengaruh terhadap karakter seseorang dibandingkan
dengan kuliah diruang ber-AC. Kita harus memberi mereka informasi tentang
pekerjaan kefarmasian yang tidak hanya berputar di bidang obat-obatan tetapi
lebih luas lagi. Kita harus memberitahu mereka bahwa mahasiswa farmasi lebih
sering kontak dengan hewan coba (Mencit) dibandingkan dengan manusia sebagai
pasien. Mereka juga harus tahu tentang perundang-undangan kefarmasian yang
masih harus kita kawal dan perhatikan.
Inilah farmasi, dunia yang sangat
luas dan kompleks. Kenali dirimu dan tentukanlah pilihanmu..!
Salam Mahasiswa, Salam Farmasi
0 komentar:
Posting Komentar