Minggu, 05 Juli 2015

Kehidupan Mahasiswa Farmasi



Mahasiswa Galau
Semester genap telah usai dan kini akhirnya kita memasuki semester ganjil. Semester ganjil selalu membawa suasana baru di setiap rumah (kampus) karena kedatangan  saudara baru. Begitu pula dengan Keluarga Mahasiswa Farmasi khususnya UIN Alauddin Makassar yang sudah tidak lama lagi akan berjumpa dan berkenalan dengan sanak saudara yang baru. Keluarga baru tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah MABA (Mahasiswa Baru).
Selaku mahasiswa farmasi di tingkat akhir, saya ucapkan “Selamat Datang” di dunia kefarmasian dan “Selamat Datang” di dunia kampus bagi adek-adek yang telah lulus. Dan bagi yang belum mendapatkan kesempatan “Selamat Berjuang dan Jangan Putus Asa”. Befarbicara dengan dunia kampus khususnya farmasi maka kita berbicara dengan dunia intelektual (dunia saintis) yang sangat berbeda dengan dunia ketika masih di bangku SMA. Menjadi mahasiswa farmasi adalah suatu kebanggaan karena ilmu yang didapatkan bukan hanya ilmu saintis (pengetahuan) tetapi juga mencakup ilmu sosial karena sangat aplikatif di masyarakat.
Berbicara mahasiswa baru maka kita berbicara tentang potensi yang ingin diasah dan dikembangkan sesuai dengan cita-cita ke depan. Namun ada satu hal menarik ketika kita berbincang dengan MABA dan melontarkan sebuah pertanyaan, “dek, kenapaki pilih farmasi?”. Kebanyakan jawaban dari mereka adalah karena pilihan orang tua/keluarga,tidak lulus kedokteran,  coba-coba bahkan ada pula yang menjawab karena terdampar. Bisa dikatakan bahwa sebagian besar MABA memilih farmasi bukan karena sesuatu yang sudah direncanakan di masa depan, sehingga mahasiswa terkadang mengalami kebingungan karena tidak tahu-menahu mengenai ruang lingkup pekerjaan kefarmasian. Tidak hanya berlaku bagi MABA, bahkan mahasiswa tingkat akhir pun terkadang masih bingung untuk menentukan jalan yang akan mereka pilih. Mungkin hal ini pulalah yang menyebabkan lemahnya karakter farmasis/apoteker di tengah masyarakat.
Dunia kefarmasian adalah dunia yang sangat luas dan kompleks. Di lingkungan masyarakat apoteker dikenal sebagai penjual obat di apotek, syukur-syukur kalau masyarakat tahu bahwa di apotek ada pelayanan kefarmasian berupa PIO (pelayanan Informasi Obat) dan konseling. Namun yang saya amati selama ini, praktek pelayanan kefarmasian di apotek masih minim dilakukan. Pertanyaan kembali muncul, “apakah pekerjaan kefarmasian hanya sebatas di apotek, Rumah Sakit maupun Puskesmas?”. Tentu saja tidak kawan.
Menurut PP 51 (Peraturan Pemerintah Nomor 51), Pekerjaan Kefarmasian meliputi Formulasi, Pembuatan/produksi, Pendistribusian hingga Pelayanan. Tidak hanya itu, bahkan seorang farmasis tidak hanya bergelut di dunia obat-obatan tetapi lebih luas dari itu yakni BPOM-RI (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia), juga merupakan wadah pengabdian farmasi,yang dibagi atas 3 bidang yaitu obat-obatan, makanan dan minuman serta kosmetik. Jadi apoteker bukan hanya bekerja di apotek, tetapi juga di industry/pabrik, perkantoran bahkan sebagai tenaga pengajar. “Sangat luas bukan kawan??”
Karena itu, tidak sepantasnya seorang apoteker memiliki pendapatan yang rendah dan hidup serba kekurangan. Bahkan seorang apoteker sangat berpotensi untuk rangkap jabatan sebagai seorang entrepreneur (pengusaha), yang mempekerjakan orang lain bukan lagi sebagai pekerja/pegawai. Akan tetapi, semakin banyak pilihan bukan malah membuat seorang apoteker semakin sejahtera namun semakin kebingungan tentang arah hidupnya di masa depan.
Belum lagi ketika kita berbicara perkuliahan seorang farmasis, dimana ada laporan, lab/praktikum, tugas kuliah yang menumpuk dan berbagai tugas lainnya. Itulah mengapa terkadang ada yang mengatakan bahwa “farmasis anti sosial” karena sebagian besar waktu tersita di lab dengan teman sejawat farmasi sehingga jarang ada waktu untuk bergaul dengan teman lain yang berbeda profesi. Kalaupun ada waktu luang/libur, mahasiswa farmasi lebih banyak memanfaatkannya untuk beristirahat atau mencuci pakaian kotor yang sudah menumpuk bak gunung Everest. Namun apa tujuan yang kemudian ingin dicapai? Tentu adalah seorang apoteker yang berkualitas dan berkarakter. Tapi apakah itu sudah terwujud hingga saat sekarang ini??
Karena itu tugas kita sebagai mahasiswa senior memberi pegertian kepada adek-adek Maba yang masih lugu dan polos. Kita harus memberi mereka gambaran tentang kehidupan farmasi yang sesungguhnya dan mengarahkan mereka akan menjadi seorang farmasis apa mereka kelak. Pembangunan karakter dimulai sejak masa ospek (Orientasi Pengenalan Kampus). Lingkungan sangat berpengaruh terhadap karakter seseorang dibandingkan dengan kuliah diruang ber-AC. Kita harus memberi mereka informasi tentang pekerjaan kefarmasian yang tidak hanya berputar di bidang obat-obatan tetapi lebih luas lagi. Kita harus memberitahu mereka bahwa mahasiswa farmasi lebih sering kontak dengan hewan coba (Mencit) dibandingkan dengan manusia sebagai pasien. Mereka juga harus tahu tentang perundang-undangan kefarmasian yang masih harus kita kawal dan perhatikan.
Inilah farmasi, dunia yang sangat luas dan kompleks. Kenali dirimu dan tentukanlah pilihanmu..!
Salam Mahasiswa, Salam Farmasi

0 komentar:

Posting Komentar